Dari Anas bin Malik ra: Rasulullah Saw, bersabda:
“Islam itu jelas (lahiriah), dan Iman itu ada dalam qalbu, sedangkan Taqwa di sini.”Rasulullah Saw, mengulang sampai tiga kali sambil menunjuk dengan tangannya ke arah dada beliau. Taqwa yang menetap di qalbu, lalu membuat iman menjadi kokoh, adalah ruh ma’rifat itu sendiri.”
Saudaraku yang mulia! Sesungguhnya Allah
Swt, menjadikan segalanya dengan kepastian, dan setiap kepastian itu
ada batasan, dan setiap batasan ada sebabnya, setiap sebab ada waktunya,
dan setiap waktu ada ketentuannya, setiap ketentuan ada perintah,
setiap perintah ada makna, dan setiap makna ada benarnya, setiap yang
benar ada kebenarannya, dan setiap kebenaran ada hakikatnya, setiap
hakikat ada ahlinya, dan setiap ahlinya ada tandanya.
Dengan tanda itu bisa
diketahui siapa yang berbuat benar dan siapa yang berbuat batil. Setiap
qalbu didudukkan di hamparan perwujudan ma’rifat, dimana kema’rifatan
itu memantul pada wajahnya dan berpengaruh pada gerak gerik lahiriahnya,
tindakan dan ucapannya, sebagaimana firman Allah Swt :
“Kamu sekalian mengenal mereka dengan tanda-tanda mereka.”
Rasulullah Saw, bersabda:
“Siapa yang menyembunyikan rahasia jiwa, Allah memakaikan padanya pakaian rahasia jiwa. Jika ia baik, maka menjadi baik. Jika ia buruk, maka jadi buruk.”
Sebaik-baik pekerti: Kaum Sholihin
Yahya bin Mu’adz ra, ditanya, “Bagaimana pekerti kaum ‘arifin bisa menjadi elok wajahnya, dan lebih kharismatik dibanding yang lain?” “Karena mereka menyendiri
bersama Allah penuh dengan kemesraan. Mereka mendekat kepada Allah Swt,
menghadap total, dan berangkat kepadaNya penuh kepatuhan. Maka Allah
Swt, memberikan pakaian cahaya ma’rifatNya kepada mereka, yang
didalamNya mereka bicara, dan bagiNya mereka beramal, dariNya mereka
mencari, kepadaNya mereka bersukacita. Merekalah kaum istimewaNya
(khawash) yang terdepan. Langkahnya dalam taat kepada Allah Swt, tanpa
sedikit pun bergantung pada lainNya, dan mereka menasehati khalayak umum
tanpa sedikit pun ada pamrih.
Mereka senantiasa merindu,
kembali kepada Allah Swt, qalbunya penuh rasa takut, jiwanya penuh rasa
gentar, hati mereka adalah IstanaNya, akal mereka terselubungi, ruh
mereka membubung luhur, dan semuanya terlindungi dengan hatinya dari
fitnah manusia.
Dzikir mereka menjaganya dari
was-was buruk, dadanya melapang luas, dan jasadnya terbuang dari
khalayak, qalbunya terluka, sedang pintu-pintu alam malakut senantiasa
terbuka bagi mereka. Qalbu mereka bagai pelita. Anggota badan mereka
tunduk bagai terikat kuat, lisannya sibuk membaca Al-Qur’an,
romannya menguning karena ketakutan akan jauh dari Allah Swt, dan
jiwanya tercurah bagi khidman pada Ar-Rahman, hatinya terpancarkan
cahaya iman, jiwanya sibuk mencari, ruhnya sibuk mendekat Tuhan. Sedang
pada ucapannya ada sifat menunjukkan kepada Ketuhanan Allah Swt, pada
tiang-tiang dirinya penuh kelanggengan khidmah, dan pada jiwanya ada
pengaruh kehambaan, dalam hatinya ada kharisma Fardaniyah, dalam rahasia
batinnya ada hasrat membubung ke Uluhiyah, sedang dalam ruhnya ada
keterpesonaan pada Wahdaniyah.
Bergantungnya kaum ‘arifin dengan Allah swt.
Bibir-bibir mereka senantasa
tersenyum kepadaNya. Mata mereka senantiasa memancar kepadaNya.
Qalbu-qalbu mereka terus bergelayut kepada Allah Swt, hasrat mereka
sinambung kepadaNya, rahasia batin mereka terus menerus memandangNya.
Mereka melemparkan dosa-dosa mereka ke samudera taubat, dan mereka
menghamburkan kepatuhannya ke samudera anugerah. Mereka buang gerak
gerik batinnya ke lautan Keagungan. Dan kehendak mereka terlempar ke lautan sucinya jiwa, bahkan hasrat mereka adalah samudera mahabbah. Di medan khidmah kepadaNya mereka berlalu lalang. Di bawah payung kemuliaan mereka saling merenda keindahan.
Dan di taman rahmatNya mereka merambat, lalu mereka mencium aroma anugerah yang wangi. Mereka memandang dunia dengan
mata perenungan, memadang akhirat dengan mata penantian, memandang
nafsunya dengan mata hina, memandang taatnya dengan mata penuh
kekurangan, bukan dengan mata merasa amal.
Mereka memandang ampunan
dengan mata kebutuhan, memandang ma’rifat dengan mata kegembiraan,
memandang Yang Di ma’rifati Allah Swt, dengan mata kebanggan. Mereka
melemparkan nafsunya dalam negeri cobaan, dan melemparkan ruhnya ke
negeri akhirat kemudian, qalbu-qalbu mereka menuju keluhuran dan
kharisma, lisan mereka sumber puja dan pujian, ruh mereka adalah
tempat-tempat rindu dan cinta, sedangkan nafsu mereka dikendalikan oleh
akal dan kecerdasan.
Hasrat
mereka lebih banyak untuk kontemplasi dan tafakkur. Ucapan terbanyak
mereka adalah memuja dan memujiNya. Amal mereka adalah taat dan khidmah.
Pandangan mereka hanya kelembutan dibalik ciptaan Rabbul Izzah Swt.
Diantara mereka anda lihat
pucat menguning wajahnya karena rasa takut pisah denganNya,
sendi-sendinya gemetar karena Kharisma KebesaranNya. Begitu panjang
mereka menunggu penuh rindu bertemu denganNya. Mereka menempuh Jalan
Al-Musthafa. Mereka lempar dunia ke belakang tengkuknya. Mereka rasakan
kesenangan nafsu sebagai konsumsi kehampaan. Mereka lebih berteguh pada
pijak telapak keserasian yang benar.
Perilaku pecinta pada Tuannya.
Perilakunya di dunia selalu asing. Qalbunya di dadanya merasa gersang. Rahasia
batinya dalam nafsunya juga terasing. Sang pecinta tak pernah istirahat
dari kegundahan keterasingan dan kegentarannya, sepanjang ia belum
sampai pada Sang Kekasih. Perkaranya aneh. Sedang Allah Swt adalah
penyembuhnya. Ucapannya senantiasa penuh dengan limpahan ekstase,
qalbunya menyendiri, akalnya serba Allah Swt (Rabbani), hasratnya serba
bergantung padaNya (Shomadani), hidupnya ruhani, amalnya Nuraniyah, dan
ucapannya serba langit (samawiyah). Allah Swt, jadikan hatinya
tempat rahasiaNya, tempat pandanganNya, lalu diriasnya dengan keelokan
hiasan RububiyahNya, dan dimasukkan ke negeri aturan dari kekuasaanNya.
Ia berputar mengitari
keagunganNya dengan nurani qalbunya, dan membubung tinggi ke Taman
SuciNya, lalu terbang dengan sayap-sayap ma’rifat menuju kemah-kemah
rahasiaNya,
berjalan ke meda-medan qudratNya, menembus hijab JabarutNya.
Seandainya orang bodoh
melihatnya, ia mati seketika, setelah mengenalnya ketika itu. Tandanya, bencana dunia baginya adalah madu. Kegelisahan adalah buah ranum indah,
ketika di akhirat setiap orang berkata: Oh nasibku…duhai nasibku!
Sedangkan ia malah berkata: Rabbi…Rabbi..! Engkaulah hasrat kehendakku…hasrat citaku…!
Sang arif punya empat tanda:
• Cintanya kepada sang Maha Agung
• Meninggalkan apapun yang banyak maupun yang sedikit,
• Mengikuti jejak At-Tanzil (Qur’an dan Sunnah)
• Ketakutannya jika ia harus berpindah dari Tuhannya.
Sang hamba punya bagian. Sang
penakut punya rasa ingin lari. Sang pecinta punya asmara. Sang arif
punya kegirangan. Wallahualam Bishawab.